Jl. Affandi, Gang Bromo #15A, Mrican, Yogyakarta 55281, Indonesia

+62 852 2717 9797 / +62 274 520341 marketing@wisma-bahasa.com

TIDAK MUDAH, TETAPI PASTI BISA!

Pada awalnya, belajar bahasa Indonesia bukanlah ide mereka, tetapi melalui teman yang bernama Margaret Rollings dan John, mereka sampai ke Wisma Bahasa. Setelah dua tahun lamanya menikah, pasangan ini memutuskan untuk melakukan tur sepeda sebagai bulan madu mereka. Magali yang adalah seorang ahli ekonomi, dan Gustavo yang bekerja sebagai fotografer dipertemukan dengan keunikan mereka masing-masing. Pasangan suami kelahiran Perancis dengan latar belakang berbeda ini, memulai tur Asia Tenggara dengan sepeda sebagai permulaan dari perjalanan mereka untuk belajar bahasa. Inilah cerita mengenai Magali dan Gustavo, dari Perancis menuju Yogyakarta.

Mereka selalu tahu bahwa mereka selalu ingin berpergian dengan transportasi seadanya dan makanan seadanya. Awalnya, mereka berencana mengunjungi Cina, tetapi lalu memutuskan untuk berkeliling Asia Tenggara. Konsep bulan madu yang sederhana sangat cocok dengan konsep bersepeda, dan begitulah mereka memilih perjalanan yang menantang ini. Karena menganggap Asia dan kota-kotanya sebagai tempat yang aman dan tidak terpencil, maka bersepeda bukanlah pilihan yang buruk. Rasa penasaran mereka untuk belajar dan mengenal Asia membuat mereka lebih bersemangat lagi dengan petualangan ini. Semuanya berawal di Perancis, ketika mereka menghabiskan 3 bulan untuk mengunjungi keluarga dan kerabat, maka dimulailah membuat daftar barang yang perlu dibawa dalam tas selama perjalanan.

Misi pertama sesampainya di Hanoi adalah membeli sepeda. Pada akhir bulan September 2017 itu, mereka menghabiskan satu bulan di Hanoi, lalu berpindah ke Laos, dan berlanjut ke Kamboja dan Thailand, hingga sampai ke Yogyakarta dengan bersepeda. Bermalam di hotel, motel, hostel dan guesthouse, untungnya tidak pernah menjadi permasalahan bagi mereka. Dengan menghabiskan satu bulan di masing-masing negara, mereka juga telah berkendara dengan bis dan kereta, yang terkadang membuat perlu membongkar pasang roda, atau menaikkan sepeda ke atap bis dan mengikatnya. Ketika pergi dari sebuah negara, mereka juga harus berkunjung ke toko sepeda, untuk mendapatkan kotak yang dapat memuat sepeda mereka agar dapat ditaruh di bagasi pesawat.

Mengganti ban, menggunakan pompa, dan memahami perkakas sepeda telah menjadi keseharian mereka. Magali dan Gustavo tentu tahu bahwa bersepeda bukanlah cara cepat untuk mengelilingi dunia, tetapi hal itu justru membuat mereka semakin yakin, bahwa tujuan mereka adalah untuk melihat keindahannya, bukan mengejar kecepatannya.

Ternyata, tanpa direncanakanpun kita dapat bepergian dengan bantuan aplikasi saja. Jarak dan rintangan tentu selalu mereka perhitungkan, agar dapat menentukan waktu istirahat dan tempat yang akan digunakan untuk bermalam. Meskipun selalu mencoba kembali sebelum senja, tetapi mereka selalu menyediakan lampu sepeda sebagai penerang untuk berjaga-jaga. Hal yang menyenangkan dari bersepeda adalah betapa fleksibelnya sepeda itu sendiri. Tidak sepelan berjalan kaki, tetapi juga tidak seberisik mobil, dan bahkan bisa dimuat ke kendaraan yang lebih besar.

Dengan sepeda tersebut, Magali dan Gustavo telah mengelilingi Asia Tenggara, sebuah belahan dunia yang bahasanya benar-benar berbeda dari tempat asal mereka. Melalui jalanan yang tidak bisa dilalui semua orang, melewati rumah-rumah penduduk, dan berbicara dengan orang-orang asing, telah mereka lakukan. Telah melalui berbagai negara, dengan berbagai macam bentuk huruf, bermacam cara pengucapan, mereka ternyata dapat melakukannya, dan hal itulah yang pada akhirnya membawa mereka sampai ke Wisma Bahasa. Magali pernah berkata “memang tidak mudah, tetapi pasti bisa”. Keduanya tidak pernah menyangka betapa fleksibelnya perjalanan mereka, betapa menyenangkannya melewati jalanan kecil, juga dapat melihat seluruh pemandangan. Tetapi seiring mereka melakukannya, ternyata hal itu bisa dilakukan, meskipun memang tidak mudah.

Seiring belajar di Wisma Bahasa, Magali dan Gustavo yang awalnya tidak mempunyai ketertarikanpun, mulai merasa bahwa belajar Bahasa Indonesia tidak sesulit yang mereka kira. Berasal dari negara dimana pengucapan kata berbeda dengan penulisannya, hal itu justru memudahkan mereka dalam mempelajari Bahasa Indonesia, yang memiliki cara pengucapan sesuai dengan penulisannya. Meskipun awalnya merasa asing dengan bahasa yang baru, tetapi pada akhirnya mereka bisa melaluinya, seperti kata Magali, memang tidak mudah, tetapi pasti bisa! (Magali and Gustavo, murid Wisma Bahasa, periode 5 – 8 Feb. 2018, dari Perancis)

english version

IT HAS NEVER BEEN EASY, BUT YOU CAN!

Learning bahasa Indonesia was never been an idea for this couple. Two years after getting married, they decided to go for honeymoon on bike. Their initial plan was going for a trip in Asia. Recommended by John & Margaret Rollings, their friends, they ended up learning bahasa Indonesia at Wisma Bahasa Yogyakarta.

This is the story of Gustavo Rojas and Magali de Varak, from France to Yogyakarta.

They always knew they wanted to travel more with basic transportation and food. They planned to visit China, but then they changed their mind and decided to go to Southeast Asia. The concept of not having a luxurious honeymoon fits the idea of cycling, and that’s just how they decided to go for adventure.

Seeing that Southeast Asia and its cities are safe and not aloof, cycling has never been a bad idea. Their curiosity to learn and know about Asia made them even more passionate about the trip. It was initiated in France when they spent three months for seeing their friends and family. Then they started to list the stuff to carry on their bag.

In the end of September 2017, their first mission when they arrived in Hanoi, Vietnam was to buy the bicycle. They spent a month in Hanoi, then moved to Laos, after that continue to Cambodia, and Thailand before they came to Yogyakarta, Indonesia by bike. Staying in hotel, motel, hostel, and guesthouse luckily has never been any problem to them.

With a month in every country spent, they usually go to bicycle shops to fit and fix. They might have to take off the bike’s wheels and put it together later, some other times they even have to place it on the train, or tied it tighter on the bus roof. When they move from a country to another, they fit their bike in a box to put it on the airplane.

Changing the tires, using an air pump, and choosing the supplies for bicycle are part of their trip. Magali and Gustavo knew that cycling is not a fast way of travelling, Nevertheless, they have set it in their mind that the purpose of those journeys is to see the landscape and culture, instead of chasing the target of a route.

Using mobile applications for maps will help a lot when you do not plan your biking course beforehand. It also supports you in calculating the distance and problems that might occur. Therefore, Magali and Gustavo can decide when to take break. They always try to came back before sunset, however, should their journey long, they have lamps as their guide and then decide where to spend the night.

The good thing about travelling with bike is just how flexible it was. Not as slow as you walk, not as noisy as a car, and you can load it to a bigger transportation. With those bicycle, they go for a trip around Southeast Asia, a part of the world with completely different languages from where they belong. They took new routes, passed many resident’s houses, and communicated with strangers through many countries. Of course, they also struggled with many different shapes of alphabets and many vowels of pronunciation. Yet, they get through it and survive.

Then this journey brought them to study bahasa Indonesia at Wisma Bahasa. Magali said “it’s never been very easy, but you can”. They never expected how flexible it was, how fun to take the small roads, and to see the landscape. But as they go along the trip, though it’s never been easy, it’s possible. Their journey continues. (Magali and Gustavo, Wisma Bahasa student, period 5 – 8 Feb. 2018, from France)

2 thoughts on “TIDAK MUDAH, TETAPI PASTI BISA!”

  1. Wisma Bahasa memang bagus. Bangga pernah menjadi bagian dari Wisma Bahasa. Semoga Wisma Bahasa makin sukses dan tetap jaya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.