7 Common Mistakes in the Indonesian Language | WISMA BAHASA

Jl. Affandi, Gang Bromo #15A, Mrican, Yogyakarta 55281, Indonesia

+62 851 0147 8518 / +62 274 520341 marketing@wisma-bahasa.com

7 Common Mistakes in the Indonesian Language

We require language to communicate with other people. Unfortunately, using communicative language does not necessarily mean using correct and appropriate grammar. Many Indonesian words are used incorrectly in everyday life. However, because these mistakes are often made and have become “familiar” to Indonesians, these mistakes are accepted and understood.

Let’s see if you also make the same mistakes. Check out the full review below.

  1. Daripada (Than)

The word daripada is used to compare two things. For example, Budi lebih tinggi daripada adiknya (Budi is taller than his younger brother). However, the word daripada is often misused for sentences which don’t necessarily need it. For example, buku ini menjadi panduan daripada pelaksanaan program pemerintah (this book is used as a guide rather than the enforcement of government programs).

  1. Dimungkiri vs Dipungkiri (Deny)

This word is often used incorrectly in its informal form dipungkiri. In fact, the formal form of this word dimungkiri, comes from the word “mungkir”, which is a loanword of the Arabic word munkir. According to the Great Indonesian Dictionary (KBBI), the word mungkir means (1) not confessing (i); not affirmative, (2) disloyal; fail to keep promise; reject; deny.

Possibly, the spelling error in dipungkiri, occurs because of the habit of omitting the letter “p” in the morphophonemic process of prefix me- . Thus, it is presumed to have pungkir as the root word.

  1. Media Sosial (Social Media)

This phrase is often used incorrectly as sosial media by Indonesians. This is influenced by the fact that it is a loanword from the English language “social media” which is translated without paying attention to the DM and MD law (explained-explaining and explaining-explained). In this case, the phrase media sosial adheres to the MD law, so media sosial is the media used by someone to socialize with other people.

  1. Mengubah vs Merubah (to Change)

This error occurs quite often, especially in Indonesian conversational language. The basic word that is used here is ubah. Therefore the prefix me- will undergo a nasalization process to become meng-, and not mer-.

  1. Keluar vs ke luar (to Go Outside vs Outside)

These two words sound exactly the same in Indonesian spoken language, so that errors often occur in written language as well. Even though they both have the same meaning, their usage in sentences are different. On one hand, the word keluar is a verb, it means “to move from the inside to the outside”. The opposite of the word keluar is masuk (to go in). On the other hand, the word ke luar is a form of prepositions such as ke dalam (inside), ke mana (where), ke kiri (left) and so on.

  1. Di- as Passive Prefixes and Prepositions

Di- as a prefix for a passive word and a preposition, it is often used correctly by Indonesians. For example, pintu itu di tutupnya (the door is closed). This sentence is supposed to be a passive sentence, hence the correct writing should be pintu itu ditutupnya. Whereas in a sentence with a preposition, the word di- should be followed by a location or place, such as dia menaruh gelas di atas meja(he put the glass on the table).

  1. Acuh (to care)

The word acuh is one of the most commonly misunderstood Indonesian words. This word is often interpreted as ignorant or indifferent. Yet according to the dictionary, the word acuh means to care; heed; remember; beautiful; reckoning. So, when it is used in the sentence, aku tidak mengacuhkan dia, karena aku tidak suka padanya (I ignored him, because I didn’t like him). This sentence can also be replaced by, aku bersikap acuh tak acuh padanya, karena aku tidak suka dengan sifat buruknya (I was indifferent to him, because I do not like his ill nature). The phrase acuh tak acuh means to care sometimes and not the other times.

Untuk berkomunikasi dengan orang lain, pastinya kita membutuhkan bahasa. Sayangnya, bahasa yang komunikatif belum tentu benar dan tepat dalam penggunaannya. Banyak kata-kata bahasa Indonesia yang tanpa disadari telah salah digunakan sehari-hari. Namun, karena kesalahan tersebut sering dilakukan dan menjadi “akrab” di telinga, maka kesalahan tersebut bisa diterima dan dipahami maknanya.

Mari kita lihat bersama-sama apakah Anda juga sering membuat kesalahan yang sama? Simak ulasan selengkapnya berikut ini.

  1. Daripada

Kata daripada dipakai untuk membandingkan dua hal. Sebagai contoh, “Budi lebih tinggi daripada adiknya.” Namun, kata “daripada” sering salah digunakan untuk kalimat yang sebenarnya tak perlu kata tersebut. Misalnya, “Buku ini menjadi panduan daripada pelaksanaan program pemerintah.”

  1. Dimungkiri vs Dipungkiri

Kata ini sering dipakai salah dengan mengucapkan “dipungkiri”. Padahal, kata dimungkiri, berasal dari kata “mungkir”, yaitu kata serapan dari bahasa Arab “munkir”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “mungkir” berarti (1) tidak mengaku(i); tidak mengiyakan, (2) tidak setia; tidak menepati (janji); menolak; menyangkal.

Kemungkinan, kesalahan penyebutan “dipungkiri”, terjadi karena kebiasaan pelesapan huruf “p” pada proses morfofonemis awalan me-. Sehingga, kata tersebut diduga memiliki kata dasar “pungkir”.

  1. Media Sosial

Frasa ini sering digunakan salah dengan menyebut “sosial media”. Hal ini karena pengaruh dari kata serapannya yaitu “social media” yang diterjemahkan tanpa memerhatikan hukum DM-MD atau diterangkan-menerangkan dan menerangkan-diterangkan. Dalam hal ini, frasa “media sosial” menganut hukum MD, sehingga media sosial adalah media yang digunakan oleh seseorang untuk bersosialisasi dengan orang lain.

  1. Mengubah vs Merubah

Kesalahan ini cukup sering terjadi, utamanya dalam bahasa percakapan. Kata dasar yang digunakan adalah “ubah”, sehingga awalan me- akan mengalami proses nasalisasi menjadi meng-, dan bukan mer-.

  1. Keluar vs ke luar

Kedua kata ini jika diucapkan akan terdengar sama persis, sehingga kesalahan dalam penulisan acapkali terjadi. Meskipun keduanya mengandung makna yang sama, penggunaannya dalam kalimat akan berbeda. Kata “keluar” adalah kata kerja (verba) dan bermakna “bergerak dari sebelah dalam ke sebelah luar”. Lawan kata dari kata keluar adalah masuk. Sedangkan kata “ke luar” adalah bentuk preposisi seperti “ke dalam”, “ke mana”, “ke kiri”, dan sebagainya.

  1. Di- sebagai Awalan Pasif dan Preposisi

Di- sebagai awalan dari kata pasif dan preposisi, seringkali digunakan terbalik. Sebagai contoh, “Pintu itu di tutupnya.” Kalimat ini merupakan kalimat pasif, sehingga seharusnya penulisan yang benar adalah “Pintu itu ditutupnya.” Sedangkan dalam kalimat dengan preposisi, kata di- seharusnya diikuti lokasi atau tempat, seperti “Dia menaruh gelas di atas meja.”

  1. Acuh

Kata “acuh” adalah salah satu kata yang paling sering disalahartikan. Kata ini sering diartikan cuek atau tidak peduli. Padahal menurut kamus, kata “acuh” berarti peduli; hirau; ingat; indah; hisab. Jadi, kalau digunakan dalam kalimat, “Aku tidak mengacuhkan dia, karena aku tidak suka padanya.” Kalimat ini juga bisa diganti dengan, “Aku bersikap acuh tak acuh padanya, karena aku tidak suka dengan sifat buruknya.” Frasa “acuh tak acuh” berarti kadang peduli dan kadang tidak peduli.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.