
Hai, Sahabat WB! Sebentar lagi libur Tahun Baru Hijriah atau dalam kalender Jawa jatuh pada tanggal 1 Suro. Sebenarnya apa sih Malam 1 Suro itu? Yuk, kita simak bersama informasinya!
Setiap tahun, saat kalender Hijriah dan Masehi berganti, masyarakat Jawa juga mengenal pergantian tahun baru mereka, yang jatuh pada Malam 1 Suro. Di Yogyakarta, malam yang diyakini penuh dengan energi spiritual ini dirayakan dengan serangkaian ritual sakral yang kental dengan tradisi keraton dan adat istiadat Jawa.
Malam 1 Suro, yang bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Islam, bukanlah malam yang dirayakan dengan keriaan dan pesta, sebaliknya, ini adalah momen untuk introspeksi diri, berdiam diri, dan membersihkan jiwa dari segala kotoran. Masyarakat Jawa percaya bahwa pada malam ini, batas antara dunia nyata dan gaib menjadi lebih tipis sehingga diperlukan kehati-hatian dan kesucian hati.
Tradisi Sepi dan Tapa Bisu
Salah satu ritual paling ikonik di Yogyakarta adalah Tapa Bisu Lampah Tapa Mubeng Beteng. Ribuan orang, mulai dari abdi dalem keraton hingga masyarakat umum, berjalan kaki mengelilingi tembok Keraton Yogyakarta dalam keheningan total. Tidak ada suara percakapan, hanya langkah kaki dan desiran angin. Ritual ini melambangkan upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, memohon ampunan, dan merenungkan perjalanan hidup. Keheningan menjadi medium untuk mendengarkan suara hati dan alam semesta.
Selain Tapa Bisu, banyak warga juga memilih untuk berdiam diri di rumah, memperbanyak doa, dan menghindari kegiatan duniawi. Beberapa bahkan melakukan puasa atau tirakat tertentu sebagai bentuk pembersihan diri dan memohon keselamatan serta berkah di tahun yang baru.
Pencucian Pusaka dan Pagelaran Budaya
Di lingkungan keraton dan beberapa rumah bangsawan Jawa, Malam 1 Suro juga menjadi waktu untuk mencuci dan membersihkan pusaka-pusaka keraton. Prosesi ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan ritual tertentu, menunjukkan penghormatan terhadap warisan leluhur. Pusaka-pusaka seperti keris, tombak, dan benda-benda bersejarah lainnya diyakini memiliki kekuatan spiritual yang harus dijaga kesuciannya.
Meski didominasi oleh nuansa hening, beberapa pagelaran seni tradisional seperti wayang kulit atau macapat (tembang Jawa) juga bisa ditemukan di beberapa tempat, namun tetap dalam suasana khidmat dan bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan moral serta spiritual.
Malam 1 Suro di Yogyakarta adalah cerminan kekayaan budaya Jawa yang tak lekang oleh waktu. Ini adalah pengingat bahwa di tengah hiruk pikuk modernitas, masih ada ruang untuk kesakralan, perenungan, dan pelestarian nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tertarik untuk ikut tapa bisu atau nonton wayang dalam suasana khidmat? Yuk, datang ke Yogya dan alami nuansa religius malam 1 Suro bersama Wisma Bahasa.