Persamaan Budaya Sebagai Pemersatu Bangsa-bangsa di ASEAN

Jl. Affandi, Gang Bromo #15A, Mrican, Yogyakarta 55281, Indonesia

+62 851 0147 8518 / +62 274 520341 marketing@wisma-bahasa.com

Persamaan Budaya Sebagai Pemersatu Bangsa-bangsa di ASEAN

Ketika kita mengucapkan ‘budaya di negara-negara ASEAN+3 (Jepang, China, dan Korea Selatan)’, beberapa orang mengatakan budaya di negara-negara ASEAN+3 berbeda sekali. Kalau di ASEAN saja berbeda, apalagi di ASEAN +3? Jalinan antara negara-negara ASEAN+3 sebenarnya berdasarkan pada cara yang sama dalam mengatasi ancaman. Menurut mereka, itulah yang menyebabkan masalah dalam mempersatukan bangsa-bangsa di ASEAN+3. Menurut saya, walaupun kelihatannya ada perbedaan antara budaya negara-negara ASEAN+3, kita masih bisa menemukan beberapa hal yang sama dari banyak hal yang berbeda. Lebih dari itu, menciptakan kesempatan untuk meningkatkan kesadaran tentang persamaan itu. Jadi, tulisan i ini akan berusaha menujukkan 1) Apa persamaan budaya ASEAN+3, dan 2) bagaimana kita bisa menggunakan persamaan budaya ini lebih lanjut sebagai pemersatu bangsa-bangsa ASEAN+3.

1) Persamaan budaya antara negara-negara ASEAN+3

Tetapi sebelumnya, kita bisa pikir tentang apa yang termasuk di dalam kata ‘budaya’. Seperti umumnya, budaya terdiri dari dua jenis. Yang satu berbicara tentang keistimewaan primordial dan bawaan, seperti bahasa, agama, sejarah dan kebiasaan. Yang kedua menunjukkan kumpulan nilai, cara bersikap dan berpikir. Kita bisa menemukan beberapa persamaan dari jenis satu antara negara-negara di ASEAN+3. Misalnya, persamaan bahasa. Bahasa Indonesia dan bahasa Melayu mirip dan dipakai di Indonesia, Brunei, Malaysia, Singapura, dan beberapa daerah di Filipina dan Thailand. Bahasa Thai juga dipakai baik di Thailand, maupun di China selatan, di Vietnam, daerah ‘Shan’ di Myanmar, di Laos, dan di Kamboja barat.[1]

Lalu, kesenian dan mitos, misalnya cerita ramayana. Cerita ramayana terkenal dan asli dari setidaknya 6 atau 7 negara di ASEAN, antara lain Indonesia, Thailand, Laos dan juga Myanmar. Ketika persamaan seperti ini ada, kita bisa meningkatkan kesadaran tentang persamaan itu. Contoh yang baik sekali adalah pertunjukan ramayana oleh penari Thailand dan penari Indonesia di Kraton dua minggu yang lalu. Ketika saya melihat dan memperbandingkan dua tarian, saya menghargai keindahan di bentuk berbeda dan sadar bahwa persamaan ini dibagi antara kasawan ini.

2) Persamaan Nilai

Tetapi, kita mungkin tidak bisa hanya mengandalkan persamaan kebiasaan yang sudah ada. Kita bisa membelokan perhatian terhadap aspek budaya yang berhubungan dengan lebih banyak tentang ide dan konsep, yaitu nilai, cara bersikap dan berpikir. Menurut saya, aspek ini memberikan kita lebih banyak kesempatan menciptakan kumpulan nilai sama. Aspek budaya ini juga membolehkan kita memasukkan lebih dengan mudah negara +3. Apa persamaan nilai atau cara berpikir itu? Contohnya:

  • penghormatan hirarki dalam kehidupan sosial masyarakat
  • Pendekatan konsensus dalam pengambilan sebuah keputusan
  • Mementingkan komunitas/kelompok daripada individu (bisa mengorbankan diri): menurut bapak Sultan, hal ini paling menyolok dan bisa mempersatukan bangsa-bangsa di ASEAN+3, karena pendekatan spiritual ini untuk masyarakat, dan juga, termasuk di dalamnya, semangat untuk membangun komunitas mengenai aspek manusia.

Dua tahun yang lalu juga, Sekretaris-Jenderal ASEAN sudah mengatakan beberapa ide tentang persamaan nilai di kawasan ini:

Generally speaking, an ASEAN citizen is family-oriented, tradition-minded, respectful of authority, consensus-seeking and tolerant. Basically, we have a culture of caring and sharing. Helping each other, sharing responsibilities, sharing benefits. These common qualities in attitudes and predispositions are clearly reflected in the Bali Concord II (Declaration of ASEAN Concord II) adopted by ASEAN Leaders at their Summit in Bali, in October 2003. This important document has stressed shared responsibility, shared prosperity and shared identity.”  Director-General ASEAN, H.E Ong Keng Yong[2]

Seperti yang beliau katakan, kita bisa menciptakan tujuan persamaan dari persamaan nilai itu, dan proses ini sedang diadakan lewat program-program yang diresmikan dalam Bali Concord II bahwa ‘ASEAN socio-cultural community’. Bagaimana meningatkan kesadaran nilai sama itu? Satu contoh adalah pelajaran ‘Gamelan’. Karena kesenian gamelan mengandung filsafat yang cocok dengan nilai ASEAN tersebut, yaitu bekerja untuk kepentingan kelompok daripada untuk diri sendiri saja. Pemusik masing-masing bertanggung jawab memperdengarkan suara yang paling baik, supaya seluruh pertunjukan berhasil.

Dan bagaimana kita bisa menggunakan persamaan budaya ini lebih lanjut sebagai pemersatu bangsa-bangsa ASEAN+3? Saya pikir peran budaya yang paling penting adalah membuat persamaan antara bangsa-bangsa menjadi nyata untuk rakyat di ASEAN+3, khususnya pemuda di ASEAN+3 karena mereka akan melaksanakan visi-visi ‘ASEAN socio-cultural community’ itu. Pengalaman budaya adalah cara yang paling efektif untuk mencapai orang biasa. Program-Program yang bisa dihasilkan ketika memakai budaya sebagai alat untuk mempersatukan bangsa-bangsa ASEAN+3, adalah misalnya, program seperti ‘kapal ASEAN’, dan juga program seperti program kami, yang membantu kami sadar bahwa di dalam perbedaan, ada persamaan antara negara-negara ASEAN+3.

Saran lain untuk meningkatkan penggunaan persamaan budaya sebagai pemersatu bangsa-bangsa ASEAN+3 adalah menciptakan lebih banyak kesempatan untuk kolaborasi antara seniman dari ASEAN+3; mengadakan forum-forum yang mendiskusikan nilai ASEAN dan cara-cara untuk mengerti perbedaan; mengadakan proyek-proyek yang meningkatkan pengertian tentang persamaan sejarah dan kesenian, misalnya pembandingan seni-monumen di kawasan ini, misalnya Candi Borobodur (Indonesia), Pagan (Myanmar), dan Angkor Wat (Kamboja); mengatur program-program pertukaran mahasiswa, dan juga tentunya, program-program sosial yang paling langsung berdasarkan salah-satu nilai sama penting yang tersebut: mengorbankan diri untuk kelompok besar dan punya keinginan membantu orang lain.

Langkah-langkah itu kelihatannya kecil tetapi ada potensi membuat dampak kuat karena memang, walaupun kelihatannya ada perbedaan antara budaya negara-negara ASEAN+3, kita masih bisa menemukan beberapa hal yang sama dari banyak hal yang berbeda. Lebih dari itu, menciptakan kesempatan untuk meningatkan kesadaran tentang persamaan itu. Lewat pengalaman nyata, mudah-mudahan bangsa-bangsa di ASEAN+3 akan sadar persamaan dan sekaligus, menghargai keindahan perbedaan. Ketika persamaan budaya dipakai cara ini, kita mungkin bisa mencapai tujuan akhir, yaitu, memperkuat identitas regional dan membantu proses kerja sama di kawasan Asia Timur.

(Penulis: Charlene Chow, diplomat dari Singapura. Belajar di Wisma Bahasa, Agustus 2005. Tulisan ini sudah pernah dipresentasikan di Wisma Bahasa pada tahun 2005, dalam rangka ujian akhir belajar bahaa Indonesia)


[1] Milton Osborne, p.7

[2] “ASEAN Cultural Connection: ASEAN Values and its Relevance to the Modern World”, Address by H.E. Ong Keng Yong, Secretary-General of ASEAN at the  Public Relations Academy of Singapore”12th November 2003, Singapore

3 thoughts on “Persamaan Budaya Sebagai Pemersatu Bangsa-bangsa di ASEAN”

  1. Howdy very nice blog!! Guy .. Beautiful .
    . Amazing .. I will bookmark your blog and take the feeds additionally?
    I am glad to seek out numerous helpful info here in the post, we
    want develop extra techniques on this regard, thanks for sharing.
    . . . . .

  2. Just want to say your article is as amazing.
    The clearness in your post is just cool and i could assume you’re an expert on this subject.
    Fine with your permission allow me to grab your feed to keep up to date with forthcoming post.
    Thanks a million and please continue the gratifying work.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.